Palestina Menang! Jangan Berlebihan, Ingat Peristiwa Kuda Troya
Israel dan kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza, Hamas dan Jihad Islam Palestina, sepakat gencatan senjata yang dimulai Jumat (21/5/2021) pukul 02.00 dini hari waktu setempat. Kelompok Hamas mengeklaim kemenangan perang.
Baca Juga
Gencatan senjata disetujui setelah 11 hari perang berdarah.
Kabinet keamanan pemerintah Israel pada Kamis malam menyetujui gencatan senjata bersama dan serentak yang dimulai Jumat pukul 02.00 pagi.
Mesir membantu menengahi perjanjian gencatan senjata tersebut, dan akan mengirim dua delegasi keamanan ke Israel dan Gaza untuk memastikan perjanjian itu ditegakkan.
“Kabinet keamanan politik dengan suara bulat menerima rekomendasi dari semua pejabat keamanan, kepala staf, kepala Shin Bet (badan keamanan internal Israel), kepala Mossad (badan intelijen asing Israel) dan kepala dewan keamanan nasional untuk menerima inisiatif Mesir untuk gencatan senjata tanpa syarat bilateral,” kata pemerintah Israel dalam sebuah pernyataan.
“Kepala staf, eselon militer, dan kepala GSS (general security service) meninjau pencapaian besar Israel dalam kampanye di hadapan para menteri, beberapa di antaranya belum pernah terjadi sebelumnya. Eselon politik menekankan bahwa kenyataan di lapangan akan menentukan kelanjutan kampanye,” lanjut pemerintah Israel.
Seorang pejabat Hamas, Ali Barakeh, mengatakan kepada The Associated Press bahwa gencatan senjata adalah “kemenangan bagi rakyat Palestina” dan kekalahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Konflik antara Israel dan Hamas pecah pada 10 Mei. Saat ini, setidaknya 232 warga Palestina telah meninggal, bersama dengan setidaknya selusin warga Israel. Anak-anak termasuk di antara korban di kedua pihak.
Tak lama setelah perjanjian gencatan senjata diumumkan, sirene serangan udara terdengar di Israel, menandakan lebih banyak tembakan roket yang masuk.
Gencatan senjata terjadi sehari setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meningkatkan tekanan diplomatik pada Israel untuk mengakhiri pertempuran, mengatakan kepada Netanyahu bahwa dia mengharapkan “de-eskalasi” yang cepat.
“Kedua pemimpin telah membahas secara rinci tentang keadaan peristiwa di Gaza, kemajuan Israel dalam menurunkan kemampuan Hamas, dan upaya diplomatik yang sedang berlangsung oleh pemerintah wilayah dan Amerika Serikat,” kata Gedung Putih dalam menyampaikan hasil pembicaraan telepon kedua pemimpin tersebut. Itu merupakan panggilan telepon yang keempat dalam seminggu.
“Presiden menyampaikan kepada Perdana Menteri bahwa dia mengharapkan penurunan yang signifikan hari ini di jalan menuju gencatan senjata.”
Pesan itu secara mencolok menunjukkan perubahan sikap Biden, yang sebelumnya menekankan hak Israel untuk membela diri.
Netanyahu sebelumnya menolak seruan untuk menghentikan serangan.
“Saya sangat menghargai dukungan dari teman kita, Presiden AS Joe Biden, atas hak negara Israel untuk membela diri,” katanya.
“Saya bertekad untuk melanjutkan operasi ini sampai tujuannya tercapai: memulihkan ketenangan dan keamanan Anda, warga Israel.”
Sebelumnya hari ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyerukan kedua pihak untuk menghentikan kekerasan, menggambarkan Gaza sebagai “neraka di bumi”.
“Permusuhan telah menyebabkan kerusakan serius pada infrastruktur sipil penting di Gaza, termasuk jalan dan jalur listrik, yang berkontribusi pada keadaan darurat kemanusiaan,” kata Guterres.
“Bahkan perang memiliki aturan. Pertama dan terpenting, warga sipil harus dilindungi,” ujarnya.
“Serangan sembarangan, dan serangan terhadap warga sipil dan properti sipil, adalah pelanggaran hukum perang. Begitu pula serangan terhadap tujuan militer yang menyebabkan hilangnya nyawa warga sipil secara tidak proporsional dan cedera pada warga sipil,” paparnya.
Dia mengatakan kepada Hamas untuk menghentikan peluncuran roket dan mortir tanpa pandang bulu ke pusat-pusat penduduk sipil di Israel.
Dia juga meminta Israel untuk mematuhi penggunaan kekuatan yang proporsional dengan melakukan pengendalian maksimum dalam operasi militernya.
“Tidak ada pembenaran, termasuk kontraterorisme atau pembelaan diri, untuk pengunduran diri oleh pihak-pihak yang berkonflik atas kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional,” ujarnya.
Seperti kita tahu, bahwa israel dan sekutunya memang selalu wajib diwaspadai apapun tindakannya meski mereka yang meminta gencanta senjata. Jangan sampai, seperti peristiwa kuda troya yang merasa menang namun dihancurkan dari dalam.
seperti apa kisah kuda troya
Dalam mitologi Yunani terdapat sebuah kisah tentang Perang Troya, perang antara Troya dan Yunani yang disebabkan oleh Pangeran Paris karena menculik Helena, istri dari Menelaos Raja Sparta.
Perang ini menjadi salah satu peristiwa penting. Sayangnya sumber dari peristiwa ini hanya didasarkan pada sebuah karya sastra, yaitu Illiad dan Odyssey karya Homeros. Meski begitu, melalui penelitian Heinrich Schleimann, Arkeolog asal Jerman peristiwa Perang Troya dapat dibuktikan dengan penemuan Kota Troya di Hisarlik, Turki Barat kini.
Perang Troya ini merupakan perang yang cukup panjang dan memakan banyak korban, karena hampir sepuluh tahun Yunani berhasil mengepung Kota Troya, tanpa mau menyerah. Mulai bingung dengan strategi apalagi yang harus digunakan agar bisa menang, Yunani mengirim mata-mata yang bernama Odysseus dan Diomedes. Selain itu atas akal Odysseus, dibangunlah patung kuda kayu raksasa yang di dalamnya berongga dan bisa diisi sepasukan tentara Yunani.
Pada pagi hari orang-orang Troya tidak lagi melihat pasukan Yunani, mereka lantas mengira Yunani telah menyerah. Di pandangan pasukan Troya hanya terlihat patung kuda raksasa yang terbuat dari kayu. Dari sanalah Sinon yang ditugaskan untuk mengelabui Troya keluar, ia mengatakan bahwa dirinya adalah calon korban bagi Athena yang marah karena Palladium dicuri. Kemarahan itu hanya bisa ditawar dengan darah, lalu kemudian melarikan diri pada malam hari dan tidak mau lagi menjadi orang Yunani. Orang-orang Troya yang mulai percaya pada ceritanya, bertanya untuk apa patung kuda raksasa itu.
Sinon berkisah bahwa orang Yunani berharap persembahan untuk dewa Athena itu akan dibakar pihak Troya, sehingga kemarahan Athena akan berbalik kepada Troya. Mendengar itu, orang-orang Troya tidak menghancurkan atau membakarnya melainkan mengangkut kuda raksasa beroda tersebut ke dalam kota. Ketika semua penduduk sudah terlelap pada malam hari, pasukan Yunani keluar dari dalam patung, membuka pintu gerbang kota, dan balatentara Yunani yang ternyata hanya bersembunyi di sebuah pulau, mengalir masuk ke dalam kota. Malam itu kota dibakar, penduduknya dibantai, dan Troya dihapus dari muka bumi [Hamilton, 1961 (1940): 193-9].
Strategi perang kuda troya ini nyatanya menjadi semacam cerita yang akan selalu hidup dan dikenal oleh masyarakat dunia memilki karena makna historis dan filosofisnya yang mendalam.