Kesetiaan Diuji, Saat Sakit Ditinggal Pamit
Menikah itu bukan untuk setahun atau dua tahun, tapi selamanya. Menikah seharusnya juga dilakoni saat senang dan susah.
TAPI lain cerita dengan Karin, 43. Ketika Donwori, 54, sakit, ia malah memilih meninggalkannya. Karena tak sanggup merawat, itu alasan tegas dan utama Karin. Sebagai suami, tentu saja Donwori nelongso maksimal. Sayangnya, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa pasrah ketika surat panggilan mediasi dari Pengadilan Agama (PA) Klas IA Surabaya, mendarat di rumahnya, di kawasan Mojo.
Ceritanya, dua tahun terakhir ini, Donwori sudah tak seperkasa sebelum-sebelumnya. Ia mulai sakit-sakitan. “Kalau banyak pikiran, saat itu juga saya langsung pusing dan lemas,” ungkap Donwori.
Hal tersebut membuat Donwori memilih keluar dari pekerjaanya. Alasannya, sakit yang dialaminya sering mengganggu pekerjaanya. “Ya saya kan harus tahu diri. Ketika sakit ini sudah ngganggu kerjaan, saya lebih baik pamit saja. Mggak enak sama kantor kalau bolak-balik izin gak masuk atau pulang cepat,” sambungnya.
Akhirnya, pada 2020 lalu, Donwori pun resign. Ketika di rumah, istrinya bukan membantunya supaya pulih dan bisa bekerja lagi, namun itu malah memarahinya. Menambah beban sakit Donwori bertambah. Jelas akibat omelan Karin, kondisi Donwori bukan malah semakin membaik. Kesehatan bapak dua anak itu kian memburuk.
“Waktu itu stroke saya semakin parah, sudah sulit untuk aktivitas. Istri saya malah nggak ngurusin. Ia sering pergi dengan berbagai alasan,” kata Donwori.
Mira, ibunda Donwori, jelas tak terima anaknya ditelantarkan begitu saja oleh istrinya. Karin saat itu sering pergi ketika suaminya sakit, terlebih saat Donwori tidak bekerja. “Alasanya dia ninggal saya waktu sakit karena nggak dikasih nafkah. Lah gimana mau beri nafkah, saya lagi sakit,” ujarnya.
Sebagai suami, Donwori merasa tidak dihargai. “Pas senang dia mau dengan saya. Waktu saya susah malah ditinggal dan nggak diurus,” pungkasnya. (*/opi)
(sb/gin/jay/JPR)