Cerita Ayah yang Dituding Perkosa 3 Anak Kandung di Lutim: Cerai dan Istri Iri
Jagat maya kini membahas kembali kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap 3 anak kandungnya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kasus itu dilaporkan oleh R, ibu dari tiga anak tersebut ke Polres Luwu Timur pada Oktober 2019.
R melaporkan mantan suaminya yang berinisial S karena telah memperkosa tiga anak kandungnya. S ini diketahui merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Inspektorat Pemkab Luwu Timur. Jabatannya adalah auditor madya. Namun, kasus itu dihentikan Polres Luwu Timur pada Desember 2019. Alasannya: tidak ada bukti kuat berdasarkan hasil visum dan pemeriksaan sejumlah saksi.
S buka suara terkait tudingan itu. Saat berbincang dengan kumparan melalui sambungan telepon pada Jumat (8/10) malam, S membantah semua tudingan yang dari istrinya itu terkait perkosaan ke anak kandung.
"Kalau bagi saya, hal ini sesuatu yang tidak pernah terjadi. Ini fitnah," kata S.
S heran istrinya itu menuduhnya melakukan pemerkosaan terhadap darah dagingnya sendiri. Dia menduga, istrinya itu merasa iri atau sakit hati karena perceraian mereka yang terjadi pada tahun 2017.
Bahkan, kata S, selama proses penyelidikan kasus itu, dia selalu siap diperiksa polisi. S mengatakan tidak melarikan diri atau pun menyembunyikan sesuatu dia berupaya kooperatif.
Hingga kasus itu dihentikan pada Desember 2019 oleh Polres Luwu Timur, S tetap mengikuti kemauan mantan istri untuk melakukan visum di RS Bhayangkara Makassar.
"Selama ini rujukan ada di RS Bhayangkara. Apakah harus mengikuti kemauan seorang yang memaksakan diri atau ada motifnya. Ada rasa irinya karena diceraikan. Hingga akhirnya melapor di Makassar dan hasilnya sama (visum tidak ada bukti), jadi dihentikan kasusnya," kata dia.
S tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan iri. Saat ditanya terkait harta gono-gini atau semacamnya, dia tidak menjawab. Lagi-lagi dengan alasa privasi.
Usai melakukan visum di RS Bhayangkara Makassar, tim pendamping hukum dari LBH Makassar kemudian mengirim surat ke Polda Sulsel untuk melakukan gelar perkara. Polda Sulsel kemudian menggelar gelar perkara pada Maret 2020 dan menyatakan kasus dihentikan karena tidak ada bukti berdasarkan hasil visum dari RS Bhayangkara.