Awalan

Gus Baha: Hal yang Membuat Mandi Wajib Tidak Sah

 


atau thaharah adalah salah satu yang harus dijalankan terlebih dahulu oleh setiap umat muslim yang ingin melakukan ibadah wajib. Salah satu bentuk bersuci adalah mandi besar atau mandi junub.

Mandi besar atau mandi junub bertujuan untuk menghilangkan hadas besar setelah bersetubuh atau keluar mani. Mandi junub setelah terkena hadas besar adalah wajib hukumnya. Karena jika umat muslim yang tidak melakukan mandi junub, maka dapat menghalangi untuk melakukan ibadah seperti shalat, membaca Al-Qur’an, hingga tawaf.Mandi junub merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk diketahui, sebab berkaitan dengan sah atau tidaknya suatu ibadah.

Menurut KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrap disapa Gus Baha, saat mandi junub, tidak boleh ada sabun atau sampo terlebih dahulu sampai mandi junubnya selesai.

Sebab, lanjut Gus Baha, sampo atau sabun akan berpotensi merubah sifat air, sehingga dapat menyebabkan tidak sah.

"Syaratnya mandi atau wudhu itu jangan ada di tubuh sesuatu yang merubah air, misal sabun, sampo atau yang lainnya," ujar Gus Baha.

"Makanya kayak orang mandi junub itu banyak yang salah, jadi 1 ciduk air lansung pakai sampo," sambungnya.Karena adanya sabun dan sampo itulah kemudian air berikutnya tidak bisa menghilangkan hadas besar, "Berarti semua air ini tidak bisa menghilangkan hadas besar, karena posisi air yang ke seluruh tubuh berbau sampo,"

Karena itu, beber Gus Baha, untuk mandi junub sebaiknya menggunakan air bersih hingga mandi junubnya selesai, kemudian baru memakai sampo.

"Tapi kalau kamu pakai sampo dulu, kalau rambutnya banyak, maka potensi air yang menyebar sudah menjadi mutagoyyir," jelas Gus Baha.

Karena itu, tutur Gus Baha, salah satu syarat mandi junub adalah jangan ada sesuatu di tubuh yang disebut yughoyyiru ma (mengubah).

Gus Baha juga menjelaskan cara mandi junub yang benar agar dapat menghilangkan hadas besar, "Ketika waktu mandi junub dari kepala, ya sudah kepala itu awwalul gushli. Kalau kamu siram wajah dulu, ya wajah awwalul gushli," kata Gus Baha.

Begitupun ketika orang mandi dada dulu, disiramkan di dada saat pertama kali, berarti dada itu disebut awwalul gushli.

"Pokoknya yang setiap bersamaan niat, awwalul fardhi, faham ya, jadi bebas, semua bentuknya awal bebas, cuma apapun pilihan Anda, langsung dibersamai niat," beber Gus Baha.Gus Baha menegaskan sesuatu yang tidak dibarengi dengan niat, maka hal tersebut tidak dihitung sebagai mulai fardhu.

 "Misalnya ada orang junub, terus ada sisa-sisa mani langsung dia mandi junub disiram, kan air yang melewati mani tadi, potensinya menjadi mutaghoyyir (berubah) karena mani tadi," tutur Gus Baha.

Sehingga jika air tersebut menjadi mutaghoyyir, maka air tersebut tidak memiliki kemampuan rof'ul janabah.

"Makanya halangan-halangan ini harus dihilangkan, dan kotoran yang berpotensi merubah air harus kita hilangkan, termasuk adat memakai sampo itu hentikan ya, bahaya itu," tambah Gus Baha.

"Jadi misalnya nawaitu raf'al hadtsil akbar terus kamu pakai sampo, resikonya tadi semua proses ini mutaghoyyir, karena berbau sampo," sambung Gus Baha.

Kecuali, lanjut Gus Baha, jika Anda dapat memastikan sampo itu bersih, namun kemungkinan hal itu sangat kecil.Ya itu tadi buktinya, barangkali kamu menyangka mandi sudah selesai, begitu pakai handuk masih berbusa, lah masih berbusa kan bukti semua air tadi kita berbau sampo, berarti statusnya mutaghoyyir,"

Karena itu, Gus Baha berpesan, untuk mandi junub tidak perlu memakai sabun atau sampo terlebih dahulu sampai selesai mandi junub, setelah itu baru bisa memakai sabun atau sampo itu.

"Jadi nanti seumpama tidak bersih-bersih banget, sudah selesai. Ya jadi jangan sampai ada sesuatu yang seperti meniru mutaghoyyir.”

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel