Hukum Merayakan Ulang Tahun dalam Islam yang Wajib Diketahui
Perayaan ulang tahun menjadi hal lumrah bagi sebagian banyak orang. Perayaan hari lahir umumnya mengundang keluarga, tetangga, maupun teman-teman di sekolah. Sesi acaranya sendiri yaitu menyanyikan lagu selamat ulang tahun, meniup lilin, memotong kue, dan mengucapkan permohonan.
Namun bagaimana sebenarnya hukum merayakan ulang tahun dalam Islam. Kita tahu banyak dari masyarakat kita yang mayoritas muslim menjadikan kegiatan tersebut yang dekat dengan kehidupan mereka bahkan meski hanya kejutan kecil-kecilan untuk teman.Berikut merdeka.com merangkum hukum merayakan ulang tahun dalam Islam yang wajib diketahui bagi umat muslim:
Hukum Merayakan Ulang Tahun
Jika menelusuri kehidupan Nabi Muhammad SAW, beliau tidak pernah menyinggung atau memerintahkan untuk merayakan hari ulang tahun maupun hari lahir. Hal tersebut tidak pula disinggung secara langsung dalam dalil-dalil syar‘i dan tidak ada pula ayat-ayat al-qur’an atau hadis nabawi yang memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun.Sebaliknya, tidak ada pula larangan yang bersifat langsung untuk melarang perayaan ulang tahun tersebut melansir dari jurnal Repository Perayaan Ulang tahun Dalam Perspektif Islam Universitas Negeri Malang.
Namun kendati demikian, kita sendiri selama ini merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW saat maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan maulid sendiri berakar dari abad IV Hiriyah oleh dinasti Fatimiyun di Mesir, dinasti Fatimiyun mulai menguasai Mesir pada tahun 362 H.
Dengan raja pertamanya Al-Muiz Lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir (maulid) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, Hari lahir Husein, dan hari lahir raja yang berkuasa. Hingga kini seluruh umat muslim di dunia melakukan perayaan maulid tersebut.Para ulama sendiri memiliki pendapat yang berbeda terkait hukum merayakan ulang tahun dalam Islam. Berikut di antaranya:
Ulama yang Memperbolehkan Merayakan Ulang Tahun
Perayaan hari ulang tahun diperbolehkan karena tidak ada larangannya secara langsung di dalam nash al-Qur`an atau sunnah. Ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih
” الاصل في المعاملة ا لاباحة الا ان یدل دلیل على تحریمھا”
Hukum asal dalam sebuah bentuk muammalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkan.Kemudian ulama Ahulussunnah berpendapat bahwasannya boleh menampakan kegembiraan dan membagi-bagikan makanan dalam rangka merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Berikut hadis yang mendukung pernyataan tersebut:
“Dari Abu Qotadah al-Anshory R.A bahwa Rasulullah SAW. Pernah ditanya mengenai puasa hari ’Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang." Beliau juga ditanya tentang puasa hari ’Asyura, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun yang lalu." Dan ketika ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab: "Ia adalah hari kelahiranku, hari aku diutus dan hari diturunkan al-Qur'an padaku." (HR. Muslim) (Imam Abi Dzakariya bin Yahya, Shahih Muslim, Bab Puasa)Hari ulang tahun diperbolehkan asal bukan untuk berfoya-foya dan menghamburkan harta, sebaliknya hari raya ulang tahun bisa untuk saling mendoakan sesama. Mendoakan seseorang dan memberinya selamat atas hari ulang tahunnya bisa membahagiakan orang tersebut seperti yang dijelaskan laman islam.nu.or.id. Hal ini seperti hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallahu anhu:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya: “Amal apa yang paling utama?” Beliau bersabda, “Hendaknya kamu membahagiakan saudaramu yang mukmin, melunasi utangnya, atau memberinya sepotong roti.” (HR. Ibnu Syahin).
Ulama yang Melarang Terkait Hukum Merayakan Ulang Tahun
Sedangkan pendapat lainnya yang melarang perayaan ulang tahun berargumen bahwa tradisi tersebut diimpor begitu saja dari barat yang notabennya bukan beragama Islam sebagai bentuk adaptasi terhadap pengaruh westernisasi.
Pasalnya perayaan ulang tahun seperti menyalakan lilin, menyanyi memotong kue, dan memberi hadiah tidak ada dalam ajaran islam dan mereka menilai hal tersebut hukumnya haram.Biaya yang dikeluarkan alangkah baiknya untuk keperluan sedekah fakir miskin, dakwah islam dan bentuk ibadah lainnya.
Hal tersebut dikuatkan oleh dalil yang melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir. Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma:Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”.