5 Pondok Pesantren Legendaris di Jawa Tengah, Lahirkan Gus Baha hingga Gus Yahya
Seperti wilayah lain di Pulau Jawa pada umumnya, pendidikan keagamaan di Jawa Tengah tumbuh dengan subur. Banyak pondok pesantren yang berkembang sejak zaman pra-kemerdekaan dan bahkan pada masa kerajaan dan kesultanan di Nusantara.
Beberapa pesantren melahirkan ulama terkenal dan berpengaruh di Indonesia maupun dunia. Berikut ini adalah lima pesantren legendaris yang melahirkan tokoh-tokoh kaliber nasional dan internasional.1. Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang
Pondok Pesantren Al-Anwar merupakan pondok murni yang dirintis oleh Syaikhona KH Maimoen Zubair, bukan merupakan pondok peninggalan atau warisan.
Sepulangnya beliau dari study di Makkah al-Mukarromah, banyak santri yang berdomisili di pesantren Sarang yang berkeinginan untuk belajar kepadanya.
Maka, pada tahun 1967 dibangunlah sebuah musholla sederhana yang terletak di muka ndalem beliau sebagai tempat untuk para santri yang mengaji. Di sinilah awal mula dan cikal bakal PP Al Anwar.
Melihat besarnya animo dari para santri yang berkeinginan nyantri dan khidmat kepada beliau, maka dengan bangunan seadanya musholla tersebut dijadikan sebagai pondok.
Bangunan sederhana tersebut mereka gunakan untuk menginap sekaligus untuk tempat mengaji dan khidmah kepada syaikhina KH. Maimoen Zubair. Oleh mereka sendiri pondok yang diasuh putra KH. Zubair ini diberi nama POHAMA yang merupakan singkatan dari Pondok Haji Maimoen.
Kemudian selang beberapa tahun untuk mengenang Abah beliau KH. Zubair Dahlan yang sebelum menunaikan ibadah haji bernama KH Anwar maka nama POHAMA diubah menjadi Pondok Al-Anwar.
Dari rahimnya melahirkan ribuan ulama dan kiai. Salah satu yang kini paling dikenal adalah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Di luar itu, banyak ulama lain yang kedalaman ilmunya tak perlu diragukan lagi.2. Ponpes Raudlatut Thalibin, Rembang
Mengutip Laduni.id, berdiri pada tahun 1945, pasca masa pendudukan Jepang, pesantren ini semula lebih dikenal dengan nama Pesantren Rembang. Pada awal masa berdirinya menempati lokasi Jl. Mulyo no. 3 Rembang saja namun seiring dengan perkembangan waktu dan berkembangnya jumlah santri, pesantren ini mengalami perluasan sampai keadaan seperti sekarang.
Tanah yang semula menjadi lokasi pesantren ini adalah tanah milik H Zaenal Mustofa, ayah dari KH. Bisri Mustofa pendiri Pesantren Rembang. Kegiatan belajar mengajar sempat terhenti beberapa waktu akibat ketidakstabilan kondisi waktu itu yang mengharuskan KH Bisri Mustofa harus mengungsi dan berpindah-pindah tempat sampai tahun 1949.
Pesantren ini oleh banyak orang disebut-sebut sebagai kelanjutan dari Pesantren Kasingan yang bubar akibat pendudukan Jepang pada tahun 1943. Pesantren Kasingan pada masa hidup KH Cholil Kasingan adalah pesantren yang memiliki jumlah santri ratusan orang dan terkenal sebagai pesantren tahassus ‘ilmu ’alat.
Santri-santri dari berbagai daerah belajar di sini untuk menuntut ilmu-ilmu alat sebagai ilmu yang dijadikan keahlian khusus macam nahwu (sintaksis Arab), shorof (morfologi Arab), balaghoh (stilistika).Atas usul beberapa santri senior dan mengingat kondisi pada waktu itu pada tahun 1955, Pesantren Rembang diberi nama Raudlatuth Tholibin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan nama Taman Pelajar Islam. Motto pesantren ini adalah ta’allama al-‘ilm wa ‘allamahu al-naas (kurang lebih berarti: mempelajari ilmu dan mengajarkannya pada masyarakat).Pondok Pesantren (PP) Raudlatut Tholibin adalah satu di antara beberapa pesantren yang ada di Rembang.
PP ini didirikan oleh KH Bisri Musthofa, ketika beliau menginjak usia relatif muda, sekitar 30 tahun sebelum mendirikan PP, Bisri “muda” telah melanglang Indonesia, mondok dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Obsesinya untuk mendirikan PP setelah memiliki bekal ilmu agama yang cukup, dimotivasi oleh sebuah keinginan luhur yakni memberdayakan masyarakat setempat melalui pendidikan agama.
Semboyan hidup yang selalu tertanam di sanubarinya ialah li i’lai kalimatillah. KH Bisri menikah dengan salah seorang putri pengasuh PP Lasem Rembang. Dalam usia 63 tahun KH Bisri wafat, sehingga tingkat estafet kepemimpinan diturunkan kepada putra tertua, yakni KH Cholil Bisri, dibantu KH Musthofa Bisri, seorang ulama sekaligus budayawan terkenal.
Masyarakat dan Potensi Wilayah PP Raudlatut Tholibin berada di desa Leteh, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi PP berada di antara rumah-rumah penduduk dan dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten Rembang.Pengasuh:
- KH. Bisri Mustofa
- KH. Cholil Bisri
- KH A.Mustofa Bisri
- KH. M. Adib Bisri
- KH Yahya Cholil Tsaquf atau Gus Yahya (Ketua Umum PBNU)
- KH Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama)
- 3. Pondok Pesantren Girikusumo Banyumeneng, Demak, Jawa Tengah
Ponpes Girikusumo, Banyumeneng Mranggen Demak Jawa Tengah didirikan oleh Syeikh Muhammad Hadi bin Thohir bin Shodiq bin Ghozali bin Abu Wasidan bin Abdul Karim bin Abdurrasyid bin Syaifudin Tsani (Ky Ageng Pandanaran II) bin Syaifudin Awwal (Ky Ageng Pandanaran I) Tahun 1868 M. Pesantren ini kini telah berusia kurang lebih 137 tahun itu merupakan perwujudan gagasan Syeikh Muhammad Hadi untuk membangun sebuah lembaga pendidikan yang menangani pendidikan akhlak (tasawuf) dan ilmu agama di tengan-tengah masyarakat.4. Ponpes Al Ihya Ulumaddin, Kesugihan, Cilacap
Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin berlokasi di Desa Kesugihan Kidul, Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap, di atas areal tanah seluas 4 Ha.
Kehadiran Pondok Pesantren ini dilandasi dengan semangat keagamaan untuk berdakwah yang bertujuan ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang ditindas oleh penjajah Belanda pada saat itu.
Tepatnya 24 November 1925/1344 H, seorang tokoh ulama KH Badawi Hanafi mendirikan Pondok Pesantren di desa Kesugihan, beliau memanfaatkan mushola peninggalan ayahnya KH. Fadil untuk mengawali perintisan Pesantren, Mushola atau Langgar tersebut dikenal dengan nama “Langgar Duwur”.
Dikenal dengan nama langgar duwur karena Mushola (langgardalam bahasa jawa) tersebut menggunakan konstruksi panggung.
Pada awalnya pondok pesantren ini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Kesugihan pada tahun 1961, Pondok Pesantren ini berubah nama menjadi Pendidikan Dan Pengajaran Agama Islam (PPAI) dan pada tahun 1983 kembali berubah nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin.
Perubahan nama dilakukan oleh KH. Mustolih Badawi, Putra KH. Badawi Hanafi. Perubahan itu dilakukan untuk mengenang Almarhum ayahnya yang sangat mengagumi karya monumental Imam Al-Ghozali (Kitab Ihya 'Ulumiddin) tentang pembaharuan Islam.
Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin Kesugihan, secara ekonomi berada pada masyarakat plural (beragam) yang terdiri dari nelayan, pedagang, petani, wiraswasta, dan Pegawai Negeri. Dari segi geografis lokasi pesantren dekat dengan pusat kota Cilacap.Kondisi ini sedikit banyak mempengaruhi proses perkembangan pesantren dalam upaya menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur tradisi keagamaan. Keseimbangan tersebut dapat tercipta karena masih adanya pengaruh karismatik para Kyai di wilayah Kesugihan, yang kemudian identik dengan Kota Santri.
Letak geografis semacam itu, memberikan inspirasi Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin dalam ikut memberdayakan masyarakat sekitar, cenderung menggunakan pendekatan agraris dan kelautan. Hal ini dimaksudkan agar kehadiran Pesantren lebih nyata dalam memainkan peran sebagai agen perubahan.5. Ponpes API Tegalrejo Magelang
Pondok API Tegalrejo didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh KH. Chudlori, seorang ulama yang juga berasal dari desa Tegalrejo.
Beliau adalah menantu dari Mbah Dalhar (KH. Nahrowi) pengasuh Pondok Pesantren Darus Salam Watucongol Muntilan Magelang. Simbah Chudlori mendirikan Pondok Pesantren di Tegalrejo pada awalnya tanpa memberikan nama sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain.
Baru setelah berkali - kali beliau mendapatkan saran dan usulan dari rekan seperjuangannya pada tahun 1947 di tetapkanlah nama Asrama Perguruan Islam (API). Nama ini ditentukannya sendiri yang tentunya merupakan hasil dari shalat Istikharoh.
Dengan lahirnya nama Asrama Perguruan Islam, beliau berharap agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan mau menjadi guru yang mengajarkan danmengembangkan syariat-syariat Islam. Adapun yang melatar belakangi berdirinya Asrama Perguruan Islam adalah adanya semangat jihad menegakkan agama Allah yang mengkristal dalam jiwa sang pendiri itu sendiri.
Di mana kondisi masyarakat Tegalrejo pada waktu itu masih banyak yang bergelumuran dengan perbuatan-perbuatan syirik dan anti pati engan tata nilai sosial yang Islami.
Kini Ponpes API Tegalrejo makin berkembang dan diasuh oleh KH Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf.