Awalan

Trending Netizen Desak Petinggi NU Fatwakan Tahlil Tak Wajib, Ini Respons PBNU

 Seorang netizen mencurahkan isi hatinya perihal tradisi tahlil di kalangan Nahdliyin. Warganet dengan akun twitter @salima252lagi mendesak petinggi NU menerbitkan fatwa bahwa tahlil pada momen tujuh hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya setelah kematian tak wajib dilaksanakan karena dinilai memberatkan.


Cuhatan netizen ini mendapat respons sejumlah tokoh yang berusaha menjelaskan bahwa tahlil memang tidak wajib, sehingga warga NU tak perlu merasa terbebani. Mereka justru menjelaskan tahlil menjadi momen untuk menjalin kebersamaan di saat duka cita.

Namun, netizen ini bersikukuh di lapisan bawah, warga NU menganggap tahlis seperti wajib sehingga memberatkan. Hal ini berdasarkan pengalaman asisten rumah tangganya yang hendak menggelar tahlil namun tak punyacukup uang untuk menyediakan berbagai hidangannya.

"Petinggi NU seharusnya sadar dan mau menjelaskan kepada umatnya/jemaahnya bahwa tradisi seolah mewajibkan perayaan kematian keluarga di hari ke-7, 14, 40, 100 itu ga wajib bahkan ga ada tuntunannya dan hanya memberatkan jelata saja. Faktanya orang miskin di Indonesia ini banyak dari NU," tulis dia.

"Ga miriskah melihat warga miskin atau menegah ke bawah yang makan saja susah ketika kemalangan malah masih direpotkan memikirkanmakan orang lain. Masih ingat saya nangis begitu ibu tersayangnya meninggal dan dia ga ada uang memohon kami meminjami uang Rp 4 juta untuk perayaan 40 hari," ujar dia lagi.

Di antara tokoh yang berkomentar adalah Ulil Abshor yang tak lain menantu Kiyai Mustofa Bisri. "Ga wajib, benar. Tidak ada tuntunannya? Anda pikir NU beramaliah tanpa ilmu? Wow. Lulusan mana ya Anda, seenak udele ngecap jutaan warga NU dengan ribuan pesantrennya seakan nggak ngerti ilmu. NU tidak pernah mewajibkan," ujar dia.

Selain Ulil, juga ada Kalis Mardiasih, tokoh muda perempuan yang dikenal sebagai penulis. Ia menuliskan "Pertama memang tidak wajib. Kedua, di desa-desa warganya ya saling nyumbang, ga hanya uang tapi juga sembako dan hasil bumi. Masaknya reewang di dapur sebagai penghiburan bahwa keluarga ga sendirian menghadapi duka, sebaiknya yang lagi berduka percaya kekuatan doa jamaah."Sementara Ketua PBNU bidang Keagamaan,KH Ahmad Fahrur Rozi menagaskan tahlilan bisa tetap dijalankan cukup dengan sajianair putih dan kue seadanya sehingga tidak memberatkan yang tengah berduka.

"Tidak ada kewajiban yang memberatkan. Tahlilan itu tradisi yang dilakukan secara sukarela dan malahmembuat keluarga almarhum sangat terhibur dengan banyaknya handai taulan yang datang agar mereka tidak sedih dalam kesendirian."

Jika memang keluarga tidak mampu, tahlilan juga tidak perlu memberi makanan, cukup air dan kue saja seadanya," kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya, dikutip dari NU Online.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel