Awalan

Gus Baha Menyikapi Pedagang Warung dengan Aurat Terbuka Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Rabu, 16 Juni 2021 - 17:29 WIB oleh Rusman H Siregar dengan judul "Gus Baha Menyikapi Pedagang Warung dengan Aurat Terbuka". Untuk selengkapnya kunjungi: https://kalam.sindonews.com/read/457580/69/gus-baha-menyikapi-pedagang-warung-dengan-aurat-terbuka-1623837979?_gl=1*1uez5dp*_ga*UmE5MDhOM0h0OE5relVYS09ZYUp4aThMeHBiSzhaaUlqTmkyYWNpODAzSTRVMFdWTzlUM290ZjB0aWtrVG5QRA.. Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews. - Android: https://sin.do/u/android - iOS: https://sin.do/u/ios

 


Cara Gus Baha menyikapi pedagang warung yang auratnya terbuka layak kita jadikan pelajaran agar tidak mudah menghukumi orang yang tampilan luarnya kelihatan buruk. Ulama ahli tafsir bernama asli KH Ahmad Bahauddin Nursalim menceritakan pengalaman ayahnya yang suka marung (jajan di warung) Berikut cerita Gus Baha dalam suatu pengajian bersama para santri seperti dikutip dari iqra.id. "Saya masih ingat kata-kata Bapak saya (KH Nursalim). Bapak itu suka marung (jajan di warung). Kadang penjual warungnya perempuan memakai rok begitu begitu. Lantas kebiasaan Bapak demikian ini kadang dikritik sama kiyai-kiyai lain, 'Kiyai kok marung peremuan yang pake rok-an."


Kata Bapak: "Wes piro-piro gelem adol gedang goreng, nek adol barenge malah repot (syukur-syukur mau jualan pisang goreng, kalau jualan barangnya malah repot)." Saya pernah dibilangin sama Bapak, "Menurutku, kalau sudah yakin orang tersebut tidak berzina menjual badannya, berarti baik. Bagaimana pun dia berjualan pisang goreng, teh, pecel, nasi goreng, itu menunjukkan tidak suka maling, ikut Nabi ingin berdagang dan mendapatkan rezeki halal. Soal dia memakai rok yang tidak begitu menutup aurat adalah masalah lain (شيء أخر). Jangan hanya karena auratnya tidak benar lalu mengharamkan dagangannya."

Nanti bisa rusak semua bila berpikir, "Kiyai tidak ikhlas, tidak usah ngajar, berarti orang jadi bodoh semua. Kamu mau ngaji tapi nggak ikhlas, berarti nggak usah ngaji." Kalau begitu ya agama bisa tutup! Maksiat itu suatu perkara, cinta Allah dan Rasul itu juga perkara lain. Kita tidak bisa menjadi sempurna. "Kalau cinta Allah itu harus perfect atau sempurna. Tidak pernah maksiat, tidak pernah zina, tidak pernah maling, tidak pernah membicarakan orang, tidak pernah barang yang tidak halal." Satu-satu yang halal itu, membuka mulut terus menadah air hujan dari langit. Mau lewat wadah? Wadah dari mana? Wadah buatan China, berarti kamu membeli untuk menambah kekayaan orang nonmuslim. "Ini pedagangnya nonmuslim, berarti labanya kan dibuat membangun gereja, haram. Berarti kan kamu memberi kontribusi." Hayo contoh apa lagi? Sajadah? Buatan China juga. Baju? Kainnya buatan China. Kalau pengen halal ya minum air langsung yang jatuh dari langit tanpa wadah. Konsumsi itu saja, jangan yang lainnya. Kamu kalau "sok suci" kepengen halal semua bagaimana caranya? Tidak bisa. Kata Imam Al-Ghazali, satu-satunya barang halal itu air hujan yang jatuh dari langit lalu buka mulut. Makanya, biasa saja. Kata ulama mengutip ayat: يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ "Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar, ayat 53) Maksudnya, orang yang disifati Allah sebagai orang israf (berlebihan) saja masih dipanggil “Ya Ibadi” (hambaku) yang mengajak agar tidak putus asa dari Rahmat-Nya. Allah saja masih panggil-panggil, kamu kok malah jadi tukang mengusir. "Maulidan kok tatoan. Kalau cinta Nabi harus pakai baju takwa dan minyak wangi. Mana ada begitu! Kalau begitu ya nanti tidak ada Syekher Mania." (Hehehe) "Apalagi anak saya itu suka Habib Syekh. Jadi, saya ya mengantar anak saya kalau ada Syekher Mania," kata Pengasuh Pesantren Tahfidz Qur'an LP3IA Rembang itu.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel