Kata MUI soal Viral Perjodohan Massal di Pesantren Ciamis
Pondok pesantren di Ciamis, Jawa Barat, viral di media sosial. Sebuah tradisi khitbah atau perjodohan antara santri laki-laki dengan perempuan jadi sorotan. MUI Ciamis pun menanggapi perjodohan di pesantren tersebut.
Sekretaris Umum MUI Ciamis KH Fadlil Yani Ainusyamsi atau biasa disapa Kang Icep menerangkan secara hukum Islam, perjodohan di pesantren tidak ada masalah.
"Tidak masalah, yang penting ada izin orang tua. Khitbah dimana pun boleh apalagi di pesantren, ada kiai yang jadi saksi," ujar Kang Icep saat dihubungi detikJabar, Selasa (10/1/2023).
Menurut Kang Icep, setiap pesantren di Ciamis memiliki tradisi masing-masing. Termasuk dalam hal perjodohan, daripada di luar tidak karuan cari jodoh lebih bagus yang paham tentang agama.
"Tentunya kiai memiliki alasan menjodohkan. Tradisi jodoh menjodohkan itu sudah lama, sejak dulu. Kalau persoalannya sekarang itu lebih banyak hal, kaitan LGBT. Sekarang menjaga wibawa kaum santri. Berjodoh lagi dengan paham Islam," ungkap Kang Icep.
Kang Icep menyebut dalam Islam tidak ada pacaran dan sebaiknya seperti itu.
Orang tua dulu, kata Kang Icep, setiap gadis yang akhir balik atau sudah dewasa akan dicirii. Menurutnya tradisi tersebut bagus, karena kedua calon mendapat bibit bobo yang sepadan.
Adapun tradisi perjodohan di pesantren itu juga sebagai salah satu upaya melanjutkan estafet kesinambungan nilai kepesantrenan dengan menyebarkan nilai keagamaan.
"Misal suaminya, ilmu agamanya memadai, istinya juga harus memadai. Karena harus terjun ke masyarakat. Sepasang mempelai ini karus kuat pemahaman dan pengamalan agama. Itu inti ulama dari dulu," katanya.Sementara itu, Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama MUI Ciamis Sumadi menambahkan, perjodohan itu tergantung beberapa hal. Pertama melalui ta'aruf dari dua pihak. Ada kesepahaman komitmen menikah. Tidak ada unsur paksaan.
"Perjodohan yang tidak boleh adalah tidak ada unsur taaruf, tidak ada otoritas yang tidak memilih. Islam tetap menghargai perempuan memilih," katanya.
Menurut Sumadi, dalam perjodohan tersebut bisa saja pada saat ta'aruf melalui perantara seperti ustad atau kiai. Namun jangan sampai mau karena dipaksa.
"Kalau ta'aruf panjang dan baik, tidak ada keterpaksaan, masing-maisng calon punya otoritas memilih. Keduanya diadakan di pesantren supaya ramai, itu tidak masalah," jelasnya.
Sumadi mengatakan beberapa pesantren memang ada yang melaksanakan perjodohan, namun berbeda dengan pesantren modern.
"Memang perjodohan juga ada gagalnya atau tidak tepat. Ada cerita juga misal yang akan dijodohkan sudah punya pacar, tapi dijodohkan ke orang lain. Memang ada juga seperti itu," ungkapnya.