Inilah Karomah Mbah Moen Zubair Yang Luar Biasa, Bisa Melipat Waktu dan Mengetahui Kapan Dirinya Wafat
Karomah yang dimiliki oleh KH. Maimun Zubair atau Mbah Moen sungguh luar biasa.
Tidak mudah bagi manusia pada umumnya untuk bertemu dengan Nabi Khidir.
Oleh sebab itu Mbah Moen dikenal dengan karomahnya sehingga membuat para wali dan ulama kagum pada beliau.
Dikutip BondowosoNetwork.com dari youtube Hidayah Ilahi official menerangkan tentang karomah yang dimiliki oleh Mbah Moen.1 . Mbah Moen bertemu dengan Nabi Khidir.
Dahulu saat Mbah Moen mencari ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur pernah ditemui oleh Nabi Khidir.
Sekitar jam 11 siang, seperti ada suara yang memanggil beliau, ternyata suara itu berasal dari kuburan dekat pondok, kisah Kiai Ali.Ternyata di kuburan itu ada Nabi Khidir, pakaiannya seperti petani, pakai caping.
Nabi Khidir pun berkata pada Mbah Moen, 'kamu cinta sama saya, saya pun cinta pada kamu'.
Setelah dawuh begitu, Nabi Khidir mendoakan Mbah Moen lama sekali, Mbah Moen pun mengamini doa Nabi Khidir.
Setelah mendoakan Mbah Moen, Nabi Khidir pun menghilang dan Mbah Moen kembali lagi ke pondok.Pertemuan Mbah Moen dan Nabi Khidir ini diketahui oleh KH. Mahrus Ali.
2. Mbah Moen Bisa Melipat Waktu.Saat Kiai Fadlan masih kuliah di Universitas Al Azhar Kairo Mesir, Kiai Fadlan dimintai tolong oleh Mbah Moen untuk mengantarkan beliau ke makam Imam As Syadzili.
Akan tetapi Kiai Fadlan merasa kebingungan pada saat itu, karena waktu yang dimiliki oleh Mbah Moen sangat terbatas.Perjalanan ke makam tersebut sangat jauh bahkan harus menginap.
Dengan keyakinan dan ketawadhu'an Kiai Fadlan pada Mbah Moen, beliau mengantarkan Mbah Moen dengan menyewa mobil beserta sopirnya.Perjalanan ke makam tersebut berjarak 400 km, biasanya ditempuh dengan 7 bahkan 8 jam, medannya pun cukup sulit.
Sedangkan saat itu hanya ditempuh dengan 2 setengah Jam saja.
Padahal Mbah Moen bersama Kiai Fadlan masih beristirahat untuk shalat dan makam di salah satu tempat.
3. Mbah Moen Bisa Menyembuhkan Penyakit Dengan Air Putih.Masih kata Kiai Fadlan, saat ke makam Imam As Syadzili, Mbah Moen mampir di sebuah mushola untuk melakukan jamak takdim.
Seusai shalat beliau mampir di warung makan dekat mushola.Saat menunggu makanan datang, si pemilik warung tersebut datang menghampiri Mbah Moen sambil meminta doa.
'Wahai syaikh, doakan suami saya yang sedang sakit,'pinta di ibu pemilik warung.Kemudian Mbah Moen berkata, 'dimana suamimu', lalu si pemilik warung mengantarkan Mbah Moen pada suaminya.
Mbah Moen mendoakan suami si pemilik warung, dan di olesi oleh Mbah Moen dengan air tersebut.Tak selang beberapa lama, suami si pemilik warung pun berangsur-angsur pulih.
Usai makan, Kiai Fadlan, Mbah Moen beserta istrinya membayar makanannya pada si pemilik warung.
Namun si pemilik warung menolak untuk dibayar karena telah membantu menyembuhkan suaminya.
Mbah Moen tetap membayar apa yang telah beliau makan di warung itu, beliau benar-benar ikhlas membantu orang mesir yang tak dikenal itu.4. Mbah Moen sudah mengetahui tanggal wafatnya.
Ini kisah dari pak Sadikun, salah satu jamaah haji yang berasal dari Magelang Jawa TengahPak Sadikun bercerita pertemuannya dengan pengasuh Pondok Al Anwar Sarang Rembang tersebut.
Bermula saat pak Sadikun ditelpon kakaknya Dimyati yang merupakan alumni dari Pondok Al Anwar, mengabarkan bahwa Mbah Moen juga sedang melaksanakan ibadah haji.Dari itu pak Sadikun berencana hendak pada Mbah Moen bersama Gus Alwi Bin KH Muslih asal Magelang.
Karena padatnya lalu lintas saat hari Jumat, Gus Alwi pun tidak sampai pada maktab dimana Mbah Moen tinggal.
Pak Sadikun pun sowan sendirian, Gus Alwi hanya minta tolong untuk menanyakan pada Mbah Moen sampai kapan tinggal di Makkah.
Gus Alwi berencana sowan dan menginap di maktab Mbah Moen di lain waktu.Setelah Pak Sadikun sampai di hotel Mbah Moen ternyata banyak tamu yang sowan pada beliau.
Setiap tamu punya kesempatan berbicara pada beliau, saat tiba giliran pak Sadikun, ia menyampaikan pesan Gus Alwi bertanya pada Mbah Moen.Pak Sadikun pun bertanya pada Mbah Moen sampai kapan berada di Makkah.
Mbah Moen menjawab, 'sampai tanggal lima', pak Sadikun merasa janggal atas jawaban Mbah Moen tersebut.Pak Sadikun berpikir bagaimana mungkin beliau tinggal di Makkah sampai tanggal 5, sedangkan ibadah haji menurut kalender hijriah selesai pada tanggal belasan.
Pak Sadikun pun berpikir positif bahwa Mbah Moen akan tinggal di hotel yang beliau tempat sampai tanggal 5 itu bukan di Makkah.Menjelang subuh, hujan turun mengguyur kota Makkah, pak Sadikun berangkat ke Masjidil Haram dengan basah kuyup.
Bagi pak Sadikun cuaca ini sangatlah aneh, karena hujan terjadi pada saat musim panas.
Tiba-tiba hati pak Sadikun tersentak mendengar kabar wafatnya Mbah Moen, ia kembali teringat dawuh Mbah Moen saat di hotel.Pikirannya meleset, tepat pada tanggal 5 Dzulhijjah, Mbah Moen bukan hanya meninggalkan hotel, atau kota Makkah.Akan tetapi Mbah Moen juga meninggalkan dunia ini.