Jangan Memburu Kesempurnaan dalam Beribadah, Akibatnya Berat
Baha melarang seseorang terlalu memburu kesempurnaan dan keikhlasan dalam ibadah.
Sebab, jika hal tersebut tidak tercapai, maka akan menyebabkan orang tidak nyaman dalam beribadah dan fatalnya menjadikan ibadah sebagai problem dalam kehidupan.
Sebagai pengantar untuk menuju pemahaman materi yang disampaikannya, Pengasuh Pondok Pesantren LP3IA Rembang Jawa Tengah itu mengawalinya dengan contoh sederhana.
“Jadi ibaratnya begini, misal saya ketemu Rukhin, dan saya memberi nasi saja tanpa ada tempenya. Lalu Rukhin lahap sekali memakannya, padahal makanan ini jauh dari sempurna karena tidak ada lauk pauknya, dan tidak ada gizi 4 sehat 5 sempurna. Trus Rukhin makannya senang, maka saya senang juga,” kata Gus Baha mencontohkan sebagaimanaMaka sama kita diberi salat, dan bentuknya salat yang diberikan Allah kepada kita memang seperti ini, ingat hutang, uang dan salatnya tidak terlalu benar. Tapi, hal ini pemberian Allah. Banyak orang diluar kita sama sekali tidak salat. ya sudah kita syukuri saja,” imbuhnya.
“Dan itu lebih baik dari pada kamu memaksakan (ibadah) sempurna, sebab kalau kamu memaksakan sempurna, maka setelah salat kamu mengeluh, tidak sempat bilang terima kasih kepada Allah yang sudah memberi petunjuk,” tegasnya
“Kalau kamu memaksakan sempurna, akhirnya kamu menganggap ibadah adalah suatu masalah dan mensykilah, yakni sesuatu yang menjengkelkan dan tidak mengenakkan. Akhirnya kamu menyifati ibadah sebagai suatu masalah, dan itu merupakan cita-cita setan,” ucap dia.
Tujuan Setan, Meninggalkan Ibadah
Selain itu, dengan mengutip pandangan Imam Syafi’i, Gus Baha juga melarang perbuatan yang memaksakan ikhlas dalam beribadah. Menurutnya, jika kita memaksakan dan akhirnya tidak bisa, maka berpotensi meninggalkannya. Padahal meninggalkan ibadah sejatinya merupakan cita-cita luhurnya setan.
“Maka kata Imam Syafi’i, kalau ada orang yang ibadah memaksa agar ikhlas, maka kata Imam Syafi’i jangan memaksa ikhlas. Sebab bagaimanapun juga kalau kamu memaksa ikhlas maka akhirnya tidak bisa melakukannya. Dan meninggalkan amal itu cita-cita luhurnya setan.
Untuk menguatkan pendapatnya tersebut, ulama pakar Al-Qur’an asal Rembang Jawa Tengah ini menukil pernyataan ulama terkait larangan memaksakan sempurna dalam beribadah.
“Maka kata ulama dulu mengatakan:
سِÙŠْرُÙˆْا اِÙ„َÙ‰ اللهِ عُرْجًا ÙˆَÙ…َÙƒَاسِÙŠْرًا
“Datanglah kamu ke jalan Allah, walaupun dengan jalan pincang atau miring,”
Hal itu dapat dipahami bahwa meskipun kita belum bisa sempurna dalam beribadah, akan tetapi kita harus tetap beribadah. Jangan sampai merasa belum sempurna lantas kita merasa terbebani dan pada akhirnya kita enggan untuk melakukannya.
“Jadi misalnya dipanggil Allah: Rukhin kesini! Belum mandi ya datang, pincang juga datang. Belum siap juga langsung datang. Sebab ciri khas kalau dipanggil itu datang, bukan malah tapi saya belum mandi, atau belum siap-siap atau belum sempurna. Jadi memaksakan sempurna. Ya itu kalau kesampaian, kalau tidak?” tandas Gus Baha.