Kisah Ustaz Didatangi 3 PSK dan Teror Magis di Saritem Baca artikel detikjabar, "Kisah Ustaz Didatangi 3 PSK dan Teror Magis di Saritem" selengkapnya https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6305116/kisah-ustaz-didatangi-3-psk-dan-teror-magis-di-saritem. Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Rabu, 21 September 2022
Edit
Kawasan lokalisasi Saritem, telah melegenda sejak zaman kolonial Belanda 1838 silam di Kota Bandung, Jawa Barat. Meski sudah ditutup oleh pemerintah pada 2007, cerita Saritem sebagai tempat menyalurkan birahi para pria hidung belang konon masih eksis bergerilya hingga sekarang.Semenjak Pemkot Bandung mengeluarkan kebijakan untuk menutup kawasan lokalisasi ini, berbagai upaya dilakukan untuk merubah wajah Saritem supaya jauh dari praktek prostitusi. Salah satunya, dilakukan dengan mendirikan sebuah pondok pesantren bernama Dar Al-TaubahPonpes Dar Al-Taubah sendiri merupakan pondok pesantren yang tepat berada di muka jalan yang menjadi akses masuk ke tempat lembah hitam Saritem.Ponpes yang diresmikan pada 2 Mei 2000 itu memiliki cita-cita mulia, mengikis stigma kawasan Saritem yang telah dikenal sebagai tempat lokalisasi dan pelampiasan birahi yang dikendalikan secara massif oleh germo maupun mucikari.
"Pondok pesantren itu tempatnya orang-orang baik, dan tempat orang-orang yang tidak baik yang ingin menjadi baik," begitulah penggalan wawancara bersama Dudu Mardiana, pengasuh Pondok Pesantren Dar Al-Taubah yang terletak di Jalan Kebon Tangkil, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung dengan detikJabar beberapa waktu lalu.Saat pertama menginjakkan kaki di Ponpes Dar Al-Taubah, malam itu, senandung zikir dan salawat terdengar bersahut-sahutan dari santri dan santriwati pondok pesantren. Pemandangan syahdu nan indah ini pun menjadi warna pembeda di kawasan Saritem yang sudah terkenal sebagai kawasan prostitusi, terumata dunia hingar bingarnya saat malam hari.
"Laa Ilaaha Illallahu Laa Ilaaha Illallah, Laa Ilaaha Illallahu Laa Ilaaha Illallah," lantunan para santri terdengar menghangatkan suasana malam.Berdiri di atas lahan sekitar 600 meter persegi, Ponpes Dar Al-Taubah sudah 22 tahun memberikan syiar agama kepada warga yang berprofesi sebagai germo, mucikari maupun wanita tuna susila (WTS) di sana. Tantangannya memang berat. Tapi, semua itu bisa mereka lalui hingga bisa berdiri berdampingan dengan lingkungan di kawasan Saritem."Kalau santri di sini total ada 180-an, laki-laki sama perempuan dan semuanya anak-anak sekolah. Itu yang mondok di sini, yang enggak mondok ada 150 dan mayoritas anak-anak yang rumahnya ada di kawasan ini," ucap Dudu mengawali perbincangannya dengan wartawan.
Selama Ramadan, ratusan santri Ponpes Dar Al-Taubah disibukkan dengan aktivitas mengaji. Dari pagi hingga malam hari, bahkan setelah sahur, para pengasuh pondok pesantren hilir mudik memberikan berbagai ilmu agama kepada anak didiknyaPola belajar itu pun juga berlaku untuk santri yang tinggal langsung di Kawasan Saritem. Namun yang menjadi menarik, semenjak adanya pesantren di sana, aktivitas lokalisasi di Saritem kini praktis turut diliburkan saat Ramadan seolah untuk memberikan penghargaan bagi umat Muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa.
"Kalau ngaji pas Ramadan, kita biasanya full. Dari subuh itu sudah mulai tadarus, terus dari jam 7 pagi sampai jam 12 siang itu anak-anak ngaji lagi. Masuk lagi jam 2 siang sampai waktu Asar, terus sampai jam 5 sore sambal nunggu buka. Ngajinya bukan cuma tadarusan, ada yang ngaji kitab kuning sama nahwa shorof juga," tuturnya.Nah yang menariknya, pas bulan Ramadan itu ada dorongan dari warga sekitar. Setiap Ramadan, warga di sini mereka punya aturan sendiri. Mereka yang berkecimpung di dunia prostitusi diliburkan sehingga tidak ada aktivitas seperti itu di sini saat Ramadan. Paling hanya aktivitas warga secara biasa dan di sini kembali jadi perkampungan sebagaimana biasanya," ujar Dudu menambahkan.
Di sela perbincangan dengan Dudu, sejumlah santri pun tampak berbondong-bondong masuk ke satu ruang untuk belajar mengaji. Di pelukan tangannya, terlihat kitab bacaan yang mereka bawa plus alat tulis untuk mencatat semua pelajaran yang diberikan ustad di Ponpes Dar Al-Taubah.Dudu sendiri diketahui telah ikut membantu Ponpes Dar Al-Taubah semenjak didirikan di kawasan Saritem pada tahun 2000 silam. Alumnus Ponpes Darussalam Gontor ini diajak langsung oleh pendiri ponpes almarhum KH Imam Sonhaji untuk memberikan syiar agama di lokalisasi Saritem.
Perjalanan suka duka pun telah ia lalui selama 22 tahun bersama Ponpes Dar Al-Taubah. Hingga akhirnya, ponpes yang kini dipimpin oleh anak mendiang KH KH Imam Sonhaji, KH Achmad Haedar itu bisa teguh melakukan syiar agama dan berdampingan dengan lingkungan warga di kawasan Saritem.Pas awal-awal berdiri, itu tantangannya banyak. Malah dari orang tua siswa enggak yakin ini anaknya nanti bagaimana. Tapi kita menanggapinya dengan cara membeberkan mulai dari kurikulim, sistem metode pendidikannya termasuk disiplin pondok buat santri di sini. Alhamdulillah, sampai sekarang enggak ada kendala yang berat lagi," ungkapnya.
Selama 22 tahun berkiprah, Ponpes Dar Al-Taubah pun sudah memberi dampak positif bagi lingkungan di kawasan Saritem. Kini kata Dudu, kawasan Saritem sudah tak sepenuhnya menjadi lembah hitam prostitusi seperti dulu dan banyak pelaku prostitusi yang akhirnya memilih untuk keluar dari jurang kemaksiatan tersebut.Meskipun memang, tak gampang bagi Dudu untuk merubah image kawasan Saritem yang telah terkenal sejak lama sebagai tempat prostitusi terbesar di Jawa Barat. Tapi, Dudu dan para pengasuh Ponpes Dar Al-Taubah tetap teguh dan memiliki cita-cita pondok pesantrennya bisa menjadi warna yang berbeda di kawasan tersebut.
"Karena memang tujuan pesantren itu merubah image, sekarang dengan adanya pesantren kondisi di sini sudah berubah setengahnya enggak seperti dulu. Kalau menghilangkan kan sulit yah, selama dunia ini belum kiamat, dua warna antara halal dan haram itu pasti ada menurut saya. Tapi karena kita tujuannya syiar dan dakwah, Insya Allah kita istikomah perlahan-lahan merubah image Saritem ini," pungkasnya mengakhiri perbincangan dengan wartawanPondok Pesantren Dar Al-Taubah telah memberikan warna baru di kawasan Saritem, Kota Bandung. Ponpes tersebut berhasil muncul dan menjadi pembeda selama 22 tahun di tempat yang menjadi lokalisasi tersohor di Jawa Barat tersebut.
Namun, di balik misi suksesnya saat ini, ada kisah mencekam yang harus dilalui para pengasuh pondok pesantren maupun santri di sana. Dari mulai teror hingga kejadian berbau magis pernah dilalui Ponpes Dar Al-Taubah saat awal-awal pondok tersebut didirikanKalau teror secara fisik Alhamdulilah enggak pernah, tapi secara magis memang betul ada. Itu saya rasakan sendiri sampai tahun ketiga pondok didirikan," kata pengasuh Pondok Pesantren Daruttaubah Dudu Mardiana saat berbincang dengan detikJabar di Jalan Kebon Tangkil, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung.
Teror tak masuk akal itu menghantui para penghuni pondok pesantren dari mulai kemunculan makhluk tak kasat mata hingga adanya hewan-hewan berbahaya di lingkungan ponpes. Bahkan, alumnus Ponpes Darussalam Gontor ini pernah menjadi sasaran saat teror gaib yang terjadi di Daruttaubah.Saya kan ikut dari awal di ponpes, pernah waktu itu lagi tidur tiba-tiba ada kalajengking di kamar. Kejadian seperti itu sering saya alamin, termasuk anak-anak santri lagi mandi tiba-tiba di bak banyak kelabang sama kalajengking," ujar Dudu.
Praktis, saat teror itu terjadi, tak sedikit santri yang terkena imbasnya. Bahkan, beberapa di antaranya banyak yang mengundurkan diri dari pondok pesantren lantaran tak kuat dengan teror tersebut.
"Di tahun pertama sampai ketiga itu santri banyak yang goncang. Ada yang sakit, yang pulang juga ada karena enggak kuat sering lihat penampakan kayak gitu," ucapnya.Teror mencekam itu pun bisa dilalui setelah tahun ketiga pendirian Ponpes Daruttaubah. Sang pendiri ponpes, almarhum KH Imam Sonhaji saat itu punya metode untuk menangkal teror gaib tersebut.
"Sampai tahun ketiga yang berat, setelah itu Alhamdulilah enggak ada lagi. Karena dulu almarhum, pendiri, itu setiap malam Jumat selalu mengadakan istigosah di sini. Terus yang diundang juga ulama se Kota Bandung. Jadi Alhamdulilah semuanya bisa dilalui," tuturnyaKisah teror yang dialami Dudu di Ponpes Daruttaubah itu bukan isapan jempol belaka. Pasalnya, dia sempat didatangi seseorang yang berpengaruh di kawasan Saritem, dan mengungkapkan sendiri bahwa teror-teror itu merupakan kiriman gaib untuk mengusir pondok pesantren.
"Jadi pernah ada orang, katakanlah dia punya pengaruh di sini. Itu dia bilang sendiri ke kami di pondok. Bahasa dia gini, hebat katanya orang-orang pesantren enggak tahu punya ilmu apa, padahal udah berapa dukun yang nyerang ke sini. Itu kata dia, dianya jujur bilang melakukan hal itu ke pondok," ungkapnya.Kini usai 22 tahun berkiprah di kawasan Saritem, Ponpes Dar Al-Taubah sudah bisa hidup berdampingan dengan lingkungan warga di sana. Memang aktivitas prostitusi tak bisa padam, tapi akhirnya keberadaan Ponpes Dar Al-Taubah lebih diakui terutama perihal kebutuhan agama untuk warga sekitarnya.
"Sekarang hubungan dengan masyarakat udah bagus. Ketika ada warga yang buat acara syukuran misalnya entah itu lahiran anak, khitanan ataupun tahlilan ada yang meninggal, mereka pasti ngonteknya ke kita. Termasuk pemulasaran sama menyolatkan jenazah, itu semua kita lakukan di sini dan gratis buat warga," katanya.Tujuan kita memang untuk syiar, untuk dakwah, jadi harus perlahan-lahan, kalau menghilangkan kan sulit yah. Tapi minimal anggapan orang-orang ke tempat ini di Gardujati itu bukan cuma tempat prostitusi aja, di sisi lain ada pesantren juga di sini," pungkasnya.
Didatangi Tiga PSK
Memang secara kasat mata tak ada teror yang menghinggapi Ponpes Dar Al-Taubah, tapi teror gaib dan magi menjadi salah satu kisah mencekam yang pernah mewarnai pendirian pondok tersebut.Nah di balik kisah itu, terselip cerita menggelitik yang pernah dialami langsung oleh pihak pondok pesantren dengan para WTS di Saritem. Kisah itu menjadi kontras karena memang bertolak belakang antara kehidupan keduanya.
"Di sini mistisnya itu kentel. Setiap PSK itu pasti pada pakai susuk, pelet sampe penglaris supaya dapet tamu," kata pengasuh Pondok Pesantren Daruttaubah Dudu Mardiana saat berbincang dengan detikJabar di Bandung beberapa waktu lalu.
Suatu waktu, Dudu pernah didatangi tiga WTS ke pondok lengkap dengan penampilan menornya. Mereka datang dengan sebuah permintaan karena sudah lama mengaku tak pernah mendapatkan tamu pria hidung belangJadi dikiranya pondok juga bisa ngasih bantuan ke mereka supaya mereka laris kerjaannya," ungkapnya.
Tak disangka, permintaan ketiga WTS itu sama sekali tak ditolak oleh Dudu. Kepada tiga wanita tersebut, ia lalu memberikan amalan dan bacaaan salah satu surat di Al Quran untuk mereka.
"Ini pengalaman pribadi yah, waktu itu enggak saya tolak, enggak saya suruh pulang. Malah saya kasih amalannya buat mereka," ucap Dudu .Bagi orang lain, cerita itu memang amat bertentangan dengan keyakinan yang diajarkan dalam agama Islam. Namun bagi Dudu, cara tersebut cukup efektif untuk memberikan syiar agama kepada para pelaku prostitusi di kawasan Saritem.
Sebab menurutnya, para pelaku prostitusi di Saritem tak bisa langsung dipaksa untuk berhenti total dari pekerjaannya. Dudu juga menyelipkan beberapa syarat yang tentunya mengarah sesuai ajaran dalam agama Islam.
"Kalau orang lain bisa jadi bilangnya, loh kok ustad ini malah diterima aja ada orang kayak gitu. Bagi saya enggak apa-apa, tetep saya layanin, bahkan saya kasih doa juga dan saya enggak singgung pekerjaan mereka ini seperti apa," tuturnya.
Nah pas saya kasih doa-doa itu, mereka kan nanya ini diamalinnya kapan Pak Ustad. Baru di sana saya bilang syaratnya wajib diamalin setelah salat fardu kata saya. Secara tidak langsung kan saya gak nyuruh salat ke mereka. Tapi kalau misalkan saya bilang, kamu berhenti, ini pekerjaan haram, pasti ngamuk orangnya. Kalau dibujuknya seperti itu, itu mereka nurut dan efektif syiarnya," tambahnya.
Tak disangka, ketiga WTS ini malah datang lagi ke ponpes selang seminggu kemudian. Dengan wajah gembira, mereka bercerita kepada Dudu bahwa amalan yang didapatnya ternyata manjur dan bisa mendatangkan tamu pria hidung belang.
Hati kecil Dudu memang berkecamuk. Ia bimbang bagaimana harus merespons tiga WTS sumringah yang kembali datang lagi ke ponpes tersebut. Namun setelah meneguhkan hatinya, Dudu akhirnya memiliki cara jitu membuat ketiga wanita ini betul-betul bertaubat dan meninggalkan pekerjaannya.
"Kok saya tahu ini efektif, soalnya seminggu kemudian mereka datang lagi, konsultasi lagi ke pondok. Bahasanya lebih lucu, katanya Pa Ustad Alhamdulilah minggu ini saya dapat tamu," katanya.Saya sendiri bingung, efek doa atau apa ini. Saya pribadi Cuma bilang Alhamdulilah, tapi kan tujuan awalnya memang buat syiar. Di luar dugaan, beberapa waktu kemudian mereka ke sini lagi dan ngomong pamitan mau berhenti dari sini (Saritem). Nah ini kan secara tidak langsung mereka akhirnya sadar sendiri tanpa harus dipaksa sama kita di pondok," tambahnya.
Kini, Dudu punya cara efektif jika memang diminta kembali oleh para WTS seperti cerita di atas. Ia bakal pelan-pelan memberikan syarat kepada WTS itu supaya berhenti dari pekerjaan haramnya. Hasilnya, sudah banyak wanita yang akhirnya memutuskan keluar dari lembah hitam Saritem dan kembali lagi ke hidupan normalnya. Pokoknya kalau ada yang gitu, sekarang saya lebih bikin syarat. Kalau memang betul dapet, harus janji ke saya setelah itu harus sering datang ke pesantren. Kalau sudah datang ke pesantren kan tinggal kita kasih pemahaman agama sedikit-sedikit. Dan itu Alhamdulilah efektif, banyak yang akhirnya berhenti dari sini," pungkasnya.Pondok Pesantren Dar Al-Taubah sudah 22 tahun berdiri di tengah-tengah kawasan lokalisasi Saritem, Kota Bandung. Kehadiran ponpes menjadi penyejuk terutama untuk mengikis stigma kawasan Saritem yang memang sudah tersohor sebagai lembah hitam prostitusi yang telah ada sejak 100 tahun lalu itu.
Kepada detikJabar, pengasuh Ponpes Dar Al-Taubah Dudu Mardiana mengaku kini keberadaan pondok sudah mulai diakui oleh lingkungan warga di Saritem, terutama para pelaku prostitusi di sana. Berbeda dengan saat tahun-tahun awal didirikan, warga Saritem kini sudah bisa hidup berdampingan dengan aktivitas ponpesAlhamdulilah sekarang mah baik, kita memang sering sosialisasi kepada masyarakat karena memang tujuan pesantren itu merubah image. Dari misalkan tempat ini terkenalnya di luar itu tempat prostitusi, sekarang ada kehadiran pesantren paling tidak setengahnya tidak seperti itu lagi," kata Dudu beberapa waktu lalu.
Dudu mengakui perlu treatment khusus supaya syiar dari ponpes bisa diterima oleh masyarakat sekitar. Apalagi berada di lingkungan prostitusi, pihak pondok pesantren tak bisa begitu saja mengatur kehidupan warga yang sudah sejak lama berkecimpung di lembah hitam Saritem.Kita awal-awal adaptasi, karena kan enggak mungkin kita door to door di sini apalagi ke lingkungan prostitusi. Kita pelan-pelan, sampai akhirnya masyarakat di sini mengakui keberadaan pondok tapi tidak seperti merasa mereka akan dihilangkan pekerjaannya setelah ada pondok," ungkapnya.
Salah satu cara yang dilakukan adalah pihak ponpes ikut membaur bersama warga Saritem. Jika warga memiliki aktivitas sosial dan lainnya, pihak pondok tak segan melepaskan atribut keagamaan supaya bisa diterima oleh masyarakat sekitar.Di sini terasa betul seninya, indahnya begini kang. Saking kita ingin merangkul mereka, termasuk preman-preman di sini yang sudah deket sama pesantren, mereka contoh senengnya bulu tangkis, kita ganti setelan. Kita enggak pake baju koko, tapi pake pakaian olahraga terus kita bawa raket dan kita ikut bermain. Padahal tujuan utamanya mah kita mengajak sosialisasi dan menyampaikan syiar agama," katanya.
"Atau kalau mereka senengnya biliar, kita terjun ke sana juga. Memang urusan mereka mau kembali ke jalan yang benar itu terserah mereka, tapi yang penting kita sampaikan pesan-pesan agama. Caranya seperti itu, dakwah tapi tidak memaksa. Karena kalau urusan hidayah kan itu urusan Tuhan yah, yang penting kita berusaha. Intinya Setiap orang yang membutuhkan Tuhan, jangan sampai dihalangi," tambahnyaBerkiprah sudah 22 tahun, Ponpes Dar Al-Taubah pun telah menjelma dan menjadi warna pembeda di kawasan Saritem. Apalagi memang, mereka mendapat amanah dari Pemkot Bandung supaya bisa menghilangkan stigma kawasan tersebut dari lembah hitam prostitusi sesuai dengan misi pemkot yang berahlakul karimah.
"Dulu memang nyaris semuanya jadi tempat prostitusi, tapi semenjak ada pondok sekarang sudah mulai berkurang. Tujuan pesantren kita bukan untuk menghilangkan Saritem, kan itu mah ada yang berwenang. Tapi kalau boleh dibilang pesantren tidak terlepas dari kerjasama Pemkot Bandung, salah satunya untuk merubah image Saritem dan menciptakan Bandung berakhlakul karimah," ujarnya.