Awalan

Mbah Moen Larang Santrinya Gunakan Peci Putih, Gus Baha Jelaskan Alasan Sang Guru Berikan Perintah Ini

 


KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menceritakan bahwa pondok Pesantren Mbah Maimun Zubair (Mbah Moen) adalah santri dilarang memakai peci putih ada salah satu peraturan yang unik.

Ulama karismatik asal Pondok Pesantren Al-Anwar yang akrab disapa dengan nama Mbah Moen ini memberlakukan aturan tersebut bukan tanpa alasan.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang sering diebut dengan Gus Baha menceritakan kembali alasan mendiang Mbah Moen melarang santrinya memakai peci putih kala itu.Gus Baha dalam akun twitter @sejarahulama, pada hari Selasa 14 Desember 2021, menjelaskan tentang aturan Mbah Moen tersebut, yakni menghormati usaha dari orang-orang yang sudah berjuang dengan sangat keras untuk bisa pergi menjalankan ibadah haji.

Orang yang pergi haji dari desa-desa dilakukan dengan menjual tanah, sawah, tegal (kebun) atau dengan menabung selama belasan atau puluhan tahun.Simbol yang mereka kenakan setelah pulang haji adalah dengan menggunakan peci putih. Hal ini dianggap tidak menghargai usaha mereka yang telah bersusah payah untuk menunaikan ibadah haji.

"Sementara simbul yang mereka pakai setelah pulang dari haji adalah peci putih. Kalau kamu memakai peci putih seharga Rp 5.000, apakah tidak menyakiti hati mereka?" kata Mbah Moen yang dikisahkan kembali oleh Gus Baha.

Gus Baha juga mengatakan jika santri menggunakan peci putih bukan menjadi haram dalam kategori fiqh, tetapi dinilai haram dalam kategori akhlak.

Pasalnya orang-orang yang berhaji membutuhkan perjuangan yang hebat dengan mengorbankan harta benda yang dimilikinyatidak ingin menyakiti hati mereka yang berangkat haji dengan merelakan sawahnya dijual dengan perilaku santri yang melecehkan dengan memakai peci putih.

Bahkan dibela-belanin menjual sawah segala. Nah, Mbah Moen tidak ingin melukai perasaan orang-orang yang telah berangkat haji dengan perjuangan yang sangat berat tersebut dengan prilaku santri yang melecehkan," kata Mbah Moen.Dengan cara memakai kopiah haji yang harganya cuma 5000 an itu. Jangan sampai, prilaku santri di pondok Mbah Moen itu men-‘downgrade’ makna haji,” ujar Mbah Moen yang dikisahkan oleh Gus Baha.

Menurut Gus Baha, fatwa tersebut hanya diberlakukan untuk lingkungan Pondok Pesantren Sarang, Rembang saja.Bukan santri yang lain, apalagi berlaku general ke ummat Islam seluruhnya,” tegasnyasendiri mengakui jika terkadang ada santrinya yang memakai peci putih sebab belum pernah melakukan ibadah haji.Saya tidak melarang mereka. Cuma kadang saya panggil, saya kasih tahu: Cung, nek iso aja nganggo kethu (peci,) putih wong kowe durung kaji...” kata Gus Baha sambil tertawa terbahak-bahak.

Gus Baha juga mengungkapkan perbedaan persepsi terkait orang yang memakai jubah dan bersorban.

“Tapi rata-rata di Jawa Tengah Pantura, orang berjubah itu dianggap sudah bisa dan ahli membaca kitab. Kalau sampai berani berjubah tapi tidak bisa membaca kitab dianggap aneh,” lanjut Gus Baha.Secara hukum, Gus Baha membenarkan kebiasaan orang Jawa Timur yang menganggap orang berjubah dan bersorban itu sunah.

Namun, menganggap tepat kebiasaan orang Pantura, Jawa Tengah dari sisi kurasi orang alim.Sebab nanti tidak ada bedanya antara orang yang alim dan orang awam. Antara orang yang menguasai berbagai kitab dengan orang yang baru belajar membaca kitab,” ujarnya.

Alasan inilah yang membuat Gus Baha mengenakan baju putih tapi mengenakan kopiah.

Gus Baha memakai baju putih, karena ingin menjalankan sunah. Sedangkan memakai hitam sebagai bagian untuk menghormati guru, sekaligus sudah terbiasa karena lama menjadi santri.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel