Awalan

Gus Baha: Bersorban, Memakai Rida', Bergamis, Cara Berpakaian Nabi. Apakah itu Harus Kita Tiru?


 Bersorban, memakai rida', bergamis, dan cara berpakaian nabi

apakah itu hal yang harus kita tiru? Apakah itu sekedar budaya atau memang ajaran Nabi?

Rasulullah SAW memiliki kepribadian yang luhur. Setiap ucapan dan perbuatan beliau selalu

memancarkan kebaikan dan penuh kasih sayang.

Setiap muslim dianjurkan untuk senantiasa mengikuti sunnah Rasul (ittiba’ as-sunnah)dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal-hal kecil seperti makan, minum, berpakaian, dan

sebagainya.

Sebagai orang Arab, kebiasaan Rasulullah tentu dipengaruhi oleh kebiasaan atau tradisi

yang berlaku di daerahnya.Misalnya, kebiasaan memakan kurma, mengenakan gamis, mengendarai unta, dansemacamnya. Lalu, bagaimana dengan seorang muslim, yang tinggal di daerah lain dengan

kebiasaan dan tradisi yang berbeda dengan kebiasaan di Arab, untuk dapat mengikutisunnah Rasul?

Dalam acara Daurah Ilmiyyah yang diselenggarakan oleh Yayasan Al-Fachriyah, K.H.Bahauddin Nur Salim, mengutip penjelasan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalamkitab Manhaj as-Salaf fi Fahmi an-Nusus, menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,

Rasulullah melakukan kebiasaan sebagaimana yang beliau jumpai di sekitarnya.Penjelasan yang dikutip adalah:وكانت سنة رسول الله أنه يطعم ما يجده في أرضه, ويلبس ما يجده, ويركب ما يجده مما أباحه الله تعالى

Kebiasaan (sunnah) Rasulullah adalah beliau makan, berpakaian, serta berkendara denganapapun yang beliau jumpai di sekitarnya, yang berasal dari hal-hal yang tidak dilarang oleh

Allah SWT.“Lalu beliau (Sayyid al-Maliki) bercerita, ’Siapapun yang makan makanan yang ia jumpai di

daerahnya, maka dia mengikuti sunnah Rasul’,” jelas kyai yang akrab disapa Gus Baha ini.Itu artinya, seorang muslim tetap dikatakan mengikuti sunnah Rasul ketika melakukankebiasaan baik yang berlaku di daerahnya, sekalipun berbeda dengan kebiasaan yangberlaku di Arab.Menurut ulama asal Rembang, Jawa Tengah ini, penjelasan tersebut penting untuk diketahui.

Tujuannya adalah agar umat Islam yang tidak tinggal di Arab, khususnya di Indonesia, tidakperlu mengkhawatirkan pakaian yang dikenakan. Meski mengenakan kemeja, sarung, ataupeci, mereka tetap bisa berniat untuk mengikuti sunnah Rasul. Sepanjang pakaian tersebut

sesuai dengan ketentuan syari’at.“Sehingga, jangan sampai umat Islam (di Indonesia) yang perilaku kesehariannya sudah

baik, merasa tercerabut dari sunnah Rasulillah SAW,” lanjut beliau.Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia, bukan dikhususkan untuk orang Arab. Sehingga,untuk hal-hal yang tidak menyangkut masalah akidah, umat Islam diberi kelonggaran untuk

mengadopsi nilai-nilai yang ada di daerahnya. Sepanjang tidak bertentangan dengan ajaranagama.

“Karena Islam ini Kaffatan linnas. Makanya, yang ahli Nahwu itu Imam Sibawaih, padahalbeliau orang Persia. Imam Al-Ghazali juga bukan orang Arab, tapi ‘alim, Hujjatul Islam.Karena Allah ingin memaklumatkan bahwa agama ini (Islam) Kaffatan linnas, bukan hanya

milik orang Arab saja,” tegas beliau.Allah SWT menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dalam melakukan kebaikan.Oleh karena itu, kita yang hanya sebagai hamba seharusnya tidak mempersulit saudarakita yang ingin melakukan kebaikan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel